Showing posts with label Nasihat. Show all posts
Showing posts with label Nasihat. Show all posts

Sunday, April 15, 2012

Mengikuti Jejak Kristus: Hal Melepaskan Diri dari Pengharapan Yang Sia-sia dan Kecongkakan

Buku 1, Pasal 7

1. Sungguh bodohlah orang yang menaruh harapannya kepada sesama manusia atau makhluk Tuhan lainnya.

Baiklah kita jangan merasa malu melayani orang lain demi cintakasih akan Yesus Kristus dan dipandang sebagai orang miskin di dunia ini.

Janganlah kita bersandar atas diri sendiri, melainkan taruhlah harapan kita hanya kepada Allah.

Apabila kita bekerja sebaik-baiknya dengan segala tenaga yang ada pada kita, niscaya Tuhan membantu kemauan kita yang baik itu.

Janganlah kita terlalu percaya akan pengetahuan kita atau akan kecerdasan orang, tetapi letakkanlah kepercayaan kita kepada rahmat Allah. Allah membantu mereka yang rendah hati, tetapi merendahkan mereka yang meninggikan dirinya.


2. Hendaknya kita jangan membanggakan diri atas kekayaan jika kita memilikinya, dan janganlah merasa bangga akan sahabat-sahabat yang berkuasa, berpangkat dan sebagainya, melainkan banggalah akan Tuhan yang memberikan segala kebutuhan kita, kecuali itu bahkan masih menganugerahkan diriNya sendiri kepada kita.

Janganlah kita membanggakan kekuatan atau keelokan badan kita yang karena penyakit sedikit saja mudah menjadi rusak dan jelek.

Hendaknya kita juga tidak suka merasa puas atas kecakapan atau kepandaian yang ada pada kita. Kepuasan serupa itu menyebabkan kita kurang berkenan di mata Tuhan, yang memang menjadi sumber segala yang baik yang ada pada kita.


3. Janganlah beranggapan, bahwa diri kita lebih baik daripada diri orang lain, supaya kita dalam pandangan Tuhan, yang mengetahui segala yang ada di dalam hati sanubari manusia, tidak lebih jelek daripada orang-orang lain.

Janganlah kita menyombongkan diri atas pekerjaan yang baik, sebab pertimbangan Tuhan berlainan dengan pertimbangan orang. Seringkali terjadi, bahwa sesuatu yang disukai orang tiada berkenan kepada Allah.

Andaikata kita memiliki suatu kebaikan, hendaklah kita pikirkan, bahwa orang lain memiliki kebaikan yang lebih banyak. Jadi dengan demikian kita tetap rendah hati.

Tidak ada jeleknya, apabila kita menganggap diri kita lebih rendah daripada orang lain. Sebaliknya sangatlah merugikan, apabila kita menempatkan diri kita meskipun hanya di atas satu orang lain saja.

Ketenteraman hati selalu ada pada orang yang rendah hati. Tetapi di dalam dada seorang yang congkak seringkali membara rasa iri hati, dengki dan sakit hati.


Thomas a Kempis. Mengikuti Jejak Kristus. 1987. Penerbit Obor. Hlm 12 – 13.

Mengikuti Jejak Kristus: Hal Keinginan Hati Yang Teratur

Buku 1, Pasal 6
1. Berulangkali hati kita menjadi tidak tenteram apabila kita menginginkan sesuatu secara tidak teratur.

Orang yang sombong dan yang kikir tidak pernah tenteram hatinya; tetapi orang yang berjiwa miskin serta rendah hati hidup dalam damai sepenuhnya.

Orang yang belum dapat menyangkal dirinya sendiri dengan sungguh-sungguh, akan segera tergoda terkalahkan dalam hal-hal yang kecil dan tak berarti.

Barangsiapa masih lemah dalam hal kerohanian dan masih agak lekat kepada kenikmatan daging serta masih cenderung kepadanya, akan sukar melepaskan diri daripada keinginan-keinginan duniawi.

Oleh karena itu akibatnya ia akan merasa susah, bilamana ia harus melepaskan barang sesuatu, dan perasaannya pun akan mudah tersinggung apabila seseorang merintanginya.


2. Tetapi jika ia telah memperoleh apa yang diinginkan, maka ia akan merasa menyesal; karena ia telah menuruti hawa nafsu, yang tidak mendekatkannya kepada perdamaian hati yang dirindukan setiap orang. Maka ketenteram hati yang sebenarnya tidaklah diperoleh dengan menuruti keinginan hawa nafsu, melainkan dengan menentang desakannya.

Oleh karena itu ketenteraman hati tidaklah terdapat pada orang yang masih lekat pada kenikmatan daging, juga tidak pada mereka yang sangat mementingkan hal-hal lahiriah, melainkan pada mereka yang rajin dan bersemangat di dalam perkara-perkara rohani.


Thomas a Kempis. Mengikuti Jejak Kristus. 1987. Penerbit Obor. Hlm 11 – 12.

Mengikuti Jejak Kristus: Hal Membaca Kitab Suci

Pasal 1, Pasal 5
1. Di dalam Kitab Suci kita harus mencari kebenaran, dan bukanlah kata-kata yang indah.

Kitab Suci seluruhnya hendaknya dibaca dalam jiwa, seperti kitab tersebut ditulis.

Lebih baik di dalam Kitab Suci kita mencari apa yang berfaedah bagi kita daripada mencari keindahan bahasa.

Kesukaan membaca kitab-kitab keagamaan dan bersahaja hendaknya sama dengan kesukaan kita membaca kitab-kitab yang luhur-luhur dan dalam-dalam isinya.

Janganlah kita pedulikan, apakah penulisnya itu banyak ilmunya ataupun sedikit; hanya cinta kepada kebenaranlah hendaknya yang mendorong kita untuk membaca.

Janganlah kita kita bertanya, siapa yang mengatakan, tetapi perhatikanlah apa yang dikatakan.


2. Manusia itu berlalu, tetapi Kebenaran Tuhan tetap tinggal selama-lamanya. Dengan pelbagai cara Tuhan bersabda kepada kita tanpa memandang keadaan diri kita. Keinginan kita untuk mengetahui segala-galanya seringkali merupakan rintangan pada waktu kita membaca Kitab Suci, karena kita sengaja mau mengetahui apa yang mestinya lebih baik kita lampaui begitu saja.

Apabila kita ingin mengambil faedah dari apa yang kita baca, hendaklah kita membaca dengan rendah hati, bersahaja dan setia, dan janganlah menginginkan agar mendapat nama sebagai orang berilmu.

Hendaknya suka bertanya dan dengarkanlah dengan tenang kata-kata orang-orang suci. Janganlah kita tersentuh pada teladan-teladan para bapa penulis kita; karena ada juga sebabnya perkara-perkara itu tercantum dalam Kitab Suci.


Thomas a Kempis. Mengikuti Jejak Kristus. 1987. Penerbit Obor. Hlm 10 – 11.

Thursday, March 8, 2012

Mengikuti Jejak Kristus: Hal Bijaksana dalam Tingkah Laku

Buku 1, Pasal 4

1. Jangan lah kita percaya kepada setiap perkataan ataupun dorongan; tetapi pertimbangkanlah tiap-tiap perkara dengan tenang dan seksama apakah itu sesuai dengan kehendak Allah.

Tetapi sayang, seringkali kita lebih percaya akan keburukan orang lain daripada akan kebaikannya dan lebih mudah membicarakan keburukannya daripada kebaikannya; begitu lemahlah kita.

Tetapi orang yang sempurna tiada begitu lekas percaya kepada cerita sembarang orang, karena ia mengetahui kelemahan manusia yang cenderung kepada kejahatan dan yang sangat mudah tergelincir dalam kata-katanya.

2. Sungguh sangat bijaksana, apabila kita tidak tergesa-gesa berbuat dan tidak mempertahankan pendapat sendiri dengan keras kepala.

Juga bijaksana apabila kita tidak mempercayai setiap perkataan orang dan tidak segera menceritakan kepada orang lain apa yang kita dengar atau yang kita anggap benar.

Hendaklah kita minta nasihat kepada orang yang bijaksana dan yang mempunyai tanggungjawab; lebih baik kita diberi penerangan oleh orang yang lebih banyak pengalamannya daripada menurut pandangan sendiri.

Hidup yang baik akan membuat manusia bijaksana di hadapan Allah dan paham dalam banyak hal.

Semakin rendah hati seseorang dalam batinnya dan semakin tunduk ia kepada Allah, maka semakin bijaksana dan tenanglah ia dalam segala hal.

Thomas a Kempis. 1987. Mengikuti Jejak Kristus. Penerbit Obor. Hal 9

Saturday, February 18, 2012

Mengikuti Jejak Kristus: Hal Ajaran Kebenaran

Buku 1, Pasal 3

1. Berbahagialah orang yang langsung diajari oleh Kebenaran, tidak oleh gambaran-gambaran dan kata-kata yang fana, melainkan oleh kebenaran yang sejati.

Pikiran dan perasaan kita sering menyesatkan kita dan hanya mampu membuka selubung kebenaran sedikit saja.

Apakah gunanya banyak berdebat mengenai pelbagai soal yang tersembunyi dan gelap, padahal soal tersebut nantinya dalam pengadilan tidak akan dipertanggungjawabkan kepada kita, karena kita tidak mengetahui tentang hal itu?

Bodoh sekali lah kiranya apabila kita melalaikan apa yang berfaedah dan sangat penting artinya, dengan lebih mengutamakan soal yang menarik hati kita tetapi yang sungguh berbahaya. Kita mempunyai mata tetapi tidak melihat.


2. Dan mengapa kita meributkan bermacam-macam hal?

Apabila Sabda yang kekal berbicara kepada kita, niscaya kita terlepas dari bermacam-macam faham.

Dari Sabda yang Esa berasal segalanya dan segalanya menjadi saksi tentang yang Esa ini; dan Sabda itulah yang pada permulaan juga berbicara kepada kita (Yoh 8:25).

Tanpa Dia tak seorangpun dapat memahami atau mempertimbangkan suatu soal dengan baik. Orang yang memahami, bahwa segala perkara itu adalah satu dan pula mengembalikan segalanya kepada satu itu dan segalanya dipandang dalam hubungannya dengan satu tadi, orang itu akan tenteram dalam hati dan dalam keadaan damai dengan Allah.

Ya Allah yang bersifat Kebenaran, persatukanlah kami dengan Dikau dalam cintakasih yang kekal.

Seringkali saya merasa menyesal karena saya banyak membaca dan mendengar. Pada Dikaulah terdapat segala-galanya yang saya cita-citakan dan saya inginkan.

Buatlah mereka diam yang memberi hikmat manusia dan buatlah bisu semua mahluk di hadiratMu. Bersabdalah Engkau, ya Engkau sajalah kepada kami.


3. Semakin banyak orang memperhatikan kebatinannya dan semakin bersatu keadaan batinnya, semakin banyak dan semakin luhur pula perkara yang dapat difahami dengan mudah; karena dari atas ia menerima penerangan untuk memahami segalanya itu. Jiwa yang murni, bersahaja dan teguh, tidak akan terganggu oleh pekerjaannya yang banyak; karena ia melakukan segalanya untuk kemuliaan Allah dan selalu diusahakannya dalam hati untuk membuang segala keinginan mencari kepentingan diri sendiri. Tak ada rintangan yang lebih menyulitkan dan menyusahkan jalan kita daripada cita-cita hati kita yang tidak kita kendalikan.

Orang yang baik dan takwa lebih dahulu akan memikirkan apa yang diperbuatnya, sebelum dia menyingsingkan lengan bajunya.

Dengan jalan ini dia tidak akan terseret oleh keinginan-keinginan yang tidak teratur, melainkan dia sendirilah yang akan mengemudikan keinginan-keinginannya selaras dengan akal sehat.

Tidak ada seorangpun yang berjuang lebih hebat daripada orang yang menundukkan dirinya sendiri.

Dan inilah yang harus menjadi tugas kita: menundukkan diri sendiri dan tiap hari semakin menguasai diri kita dan semakin maju dalam kebaikan.


4. Segala kesempurnaan dalam hidup ini biasanya masih mengandung hal-hal yang tidak sempurna; dan segala pandangan kita kebanyakan tentu masih berkabut.

Tahu akan diri sendiri dengan kerendahan hati adalah jalan lebih aman menuju Allah daripada pemeriksaan mendalam dan teliti berdasarkan ilmu pengetahuan.

Sudah barang tentu kita tidak boleh mencela ilmu atau pengetahuan yang sederhana mengenai hal apapun juga, yang pada hakekatnya adalah baik dan diatur oleh Tuhan, tetapi tidaklah dapat diingkari, bahwa suara hati yang baik dan hidup bertakwa adalah lebih baik daripada semuanya ini.

Sebab justru oleh karena banyak orang lebih mengutamakan ilmu daripada hidup yang baik, maka seringkali mereka itu tersesat dari jalan yang benar dan pekerjaannya hanya menghasilkan buah sedikit, atau tidak berbuah sama sekali.


5. Ah, seandainya mereka dalam membasmi kejahatannya dan menanam kebajikannya sama rajinnya seperti bila mereka mengemukakan soal-soal, alangkah kurangnya kejahatan dan batu sandungan dalam masyarakat, serta alangkah berkurangnya pula semangat lemah dalam biara-biara!

Sungguh, pada hari kiamat tidak akan ditanyakan kepada kita, apakah yang telah kita baca, melainkan apakah yang telah kita perbuat. Tidak akan ditanyakan apakah kita berbahasa yang indah, tetapi apakah kita hidup di dunia dengan baik.

Coba katakanlah: di mana sekarang tuan-tuan besar dan orang-orang cerdik pandai, yang semasa hidupnya kita kenal begitu baik, serta nama-nama kehormatan yang setinggi-tingginya.

Orang-orang lain sudah merebut kedudukan dan menguasai kekayaan yang telah mereka tinggalkan, namun saya tidak tahu apakah orang-orang lain itu masih ingat kepada tuan-tuan tadi.

Selama masih hidup mereka itu seolah-olah merupakan orang istimewa, tetapi sekarang sesudah meninggal dunia tak seorangpun yang mempercakapkan mereka lagi.


6. Ah, alangkah cepatnya kemegahan dunia ini berlalu!

Seandainya hidup mereka sesuai dengan pengetahuannya, niscaya mereka akan belajar dan memberikan pelajaran dengan baik.

Betapa banyaknya orang yang hanya sedikit mementingkan pengabdiannya kepada Allah dan hanyut dalam dunia ini karena ilmunya yang sia-sia.

Lagi pula karena mereka lebih suka menjadi orang yang ternama daripada orang yang rendah hati, maka mereka menjadi kegila-gilaan dalam pikirannya.

Sungguh mulia orang yang memiliki cinta kasih yang besar.

Sungguh mulia orang yang merasa tiada berarti dalam pandangannya sendiri dan tiada menghargai kehormatan yang setinggi-tingginya.

Sungguh bijaksanalah orang yang menganggap segala barang duniawi sebagai sampah (Flp 3:8) agar mereka dapat memperoleh Kristus.

Dan sungguh mahir-cerdiklah ia, yang menjalankan kehendak Allah dan menyampingkan kehendaknya sendiri.


Thomas a Kempis. 1987. Mengikuti Jejak Kristus. Penerbit Obor. Hal 5-8